Langsung ke konten utama

Kebohongan yang takkan Terbongkar

 KEBOHONGAN YANG TAKKAN TERBONGKAR


Ku pegang dahi adikku Rara, sudah 2 hari ini badanya panas, ada perasaan takut dengan keadaanya saat ini, namun Rara selalu berkata "besok juga turun panasnya." dia selalu menolak untuk dibawa kerumah saikit atau dipriksakaan kedokter.

Suatu ketika di meminta dibelikan mi ayam kesukaanya yg berada dipengkolan jalan deket Masjid At Takwa yg lumayan jauh dari rumah, aku sempat menolak permintaanya namun dia tetap memaksa, akhirnya aku pergi untuk membelikan apa yg dia minta.

Sempat aku mau batalkan karena hujan deras ditengah perjalana namun aku tetap pergi siapa tau dari pelantara mi ayam itu dapat menyembuhkanya.

Demi adikku aku rela mengorbankan waktu, malam-malam menerjang derasnya hujan bertarung dengan badai petri yang bisa menyambarku kapan saja.

Setelah ku berjuang dengan dinginanya angin malam, melawan rasa takut dan lelah menjaganya, kulihat tempat itu sudah tutup, kecewa tapi aku masih penuh harapan lalu kesana untuk memastikanya.

Kulihat ada seorang bapak yang keluar dari sana namanya pak hartono, dialah penjual mi ayam langganan kami, ku mendakatinya.

"Pak, udah habis mi-nya?" tanyaku kepada pak hartono penjual mi ayam tersebut sambilku berteduh sejenak.

"Udah habis mas?" jawabnya sambil membereskan peralatan yang belum selesai dibereskan.

"Emang buat mas apa Rara?" pak hartono menyodorkan teh hangat kepadaku.

"Aduh! Pak repot repotin bapakan mau pulang kan?" kulihat sekilas wajah tuanya yang kelelahan berkerja disepanjang hari.

"Adikku pak, dia pengen banget mi ayam, udah aku tolak permintaanya malah maksa." ku senyum sekilas kearah pak hartono.

"Rara itu pasti kalau masnya pulang kerja telat pasti beli mi ayam disini.

Sempat aku nasehati jangan makan mi ayam setiap hari, tapi Rara itu keras kepala?" pak hartono duduk disebelahku.

Aku benar benar terkejut dengan pernyataan pak hartono jadi.


"Jadi Rara makan mi ayam hampir setiap hari." batinku sambil menerawang kapan saja aku telat pulang kerja.

"Masnya kalau mau beli mi ayam ada diujung gang sana deket warung sate." sambil menujuk gang yang dimaksud.

"Matur suwun pak" ku menganggukan kepala dan bergegas menuju tempat yang dimaksud pak hartono.

"Di habisin dulu minumnya mas!" suaranya agak sedikit berteriak yg hampir tak terdengar karena hujan deras.

"Iya pak." ku habiskan teh yang tersisa.

"Matur suwun, mari pak saya duluan?" kunaiki sepeda motor yang sudah kehujanan dari tadi.

"Hati-hati mas!" pak hartono senyum kepadaku dan aku pergi menuju tempat yang dimaksud pak hartono itu.


Setelah sampai ditempat penjual mi ayam yang dimaksud pak hartono aku langsung memesanya.

"Pak mi ayamnya satu". Pesenku kepada bapak penjual mi ayam. 

" pedes mas?" tanyannya tapi masih fokus dalam pekerjaanya.

"Pisain aja sambalnya pak" aku melihat pekerjaanya yang begitu telaten melayani pelangganya.

Babarapa saat aku menunggu sambil melihat hujan yang mulai mereda.

"Ini mas mi-nya" ku ambil bungkusan mi ayam dari tangan bapak pejual mi ayam sambil menyodorkan uang kepadanya.

"Makasih pak." ku lemparkan senyum kepadanya.

"Sama-sama mas" bapak itu kembali terfokus pada pekerjaanya aku segera bergegas pulang.


Sesampainya dirumah aku segera kedapur dan mengambil mangkok, tak lupa ku buat dua gelas teh hangat. Segeraku antarkan teh dan mi ayam itu kekamar adikku. Kulihat dia belum tidur.

"Mas kira udah tidur dek?" ku masuk kekamar Rara membawa nampan yang berisi mi ayam dan dua teh hangat.

"Akukan nungguin mas." senyum bahagia melihat apa yang dibawakanku. Kuletaka nampan dihadapanya yang sudah siap melahap isi nampan tersebut.

"Lah, cuma ada satu mangkok?" tanyanya sambil melihat kearahku dengan penuh heran.

"Mas tadi udah makan." bohongku.

"Oh" ekspresi datar wajahnya yang  sungguh aku rindukan. Dia segera memakan mi ayam itu yang tak lupa didahului dengan doa sebelum makan.

"Enak?" aku menanyakan disela nikmatnya dia menikmati mi ayam itu.

"Iya mas, mi ayam bikinan pak hartono paling enak." tak lupa dia mengajungkan dua jempol kearahku.

"Mas, emang malam gini pak hartono masih jualan mi ayam apa?" Rara menghentikan aktifitasnya sebentar.

"Bukanlah kalau ngga buka itu mi dapet dari mana coba!" jawabku ngga mau kalah.

"Ya kan yang jual mi ayam emang pak hartono doang apa?" Rara juga rupanya tak mau kalah.

"Lah! Yang mas taukan disini yang jualan mi ayam pak hartono doang itu pun tempat jauh pula!" ku tarik nafas bentar.

"Mana mau mas jauh-jauh hanya beli mi ayam malam-malam mana hujan belinya pun satu pula..." lanjutku panjang lembar.

"Kan buat adik mas sendiri." senyumnya penuh percaya diri.

"Buat siapa?!" ku deketkan telingaku kearah Rara. Rara hanya tertawa kecil penuh kemenangan.

Tapi, aku tak mau kalah dengan Rara.

"Iya, adik mas yang paling disayangi dan adik yang paling..." ku berhenti sebentar, mau liat reaksinya.

"Adik yang paling, apa mas?" Rara dengan muka penasaranya.

"Badeg!" ku kencangkan sedikit suaraku, lalu lari keluar kamar secepat mungkin.

"Mas!" Rara melempar guling ke arahku lari tapi lemparanya meleset. Diluar kamar aku tertawa dengan penuh kemenangan.


Ku terbangun dari tidur malam, ku lihat jam dingding menujukan jam 03:00 dini hari. Ku pegang perut yang mulai keruyukan, ku berjalan melawan kantuk menujuh dapur. Ku nyalakan kompor untuk memasak mi rebus, ku ambil mi rebus di atas rak.

Dan tanpa diduga dan entvah dari mana rara tiba-tiba mengagetkanku dan berhasil membuat berteriak kencang dikesuniyan malam.

"Rara!" geramku marah karena kaget. Bukanya minta maaf Rara malah ketawa dengan renyanya.

"Kenapa mas! Kaget? Aku hanya diam mendengarnya. Ku masukan mi rebus kedalam air yang telah memanas.

"Mas! Mas marah sama Rara ya?" aku hanya diam.

"Rara minta maaf ya mas?" memasang wajah memelas penuh dengan salah. Rara mengambil alih untuk memasak mi rebus.

"Udah, kamu tidur aja sana!" perintahku dan mengambil alih pekerjaan memasak mi rebus itu.

"Mas, mas belum makan dari siang gara-gara Rara" memasang wajah penuh dosa. Aku tertawa kecil dengan tingkahnya yang konyol.

"Ya udah, tapi mas ngga maksa ya?" ku ambil mangkuk dan ku berikan pada Rara.

"Udah, mas duduk aja!" Rara begitu telaten membuat mi rebus. Ku kuliat Rara mengerjakan itu semua.

"Udah siap!" Rara membawa mangkuk berisi mi rebus dan menaruhnya diatas meja makan persis didepanku. Dan aku memakanya seperti orang yang belum makan selama puluhan tahun, selesai makan aku langsung keruang tengah.


"Mas!" Rara memanggilku dan ku lihat wajahnya tak seceria pas didapur. Ku abaikan panggilanya karena rasa kantuk yang berat ku memilih rebahan diatas sofa.

"Mas!" suaranya sedikit meninggi, tapi aku masih mengabaikanya. Rara mencabut bulu yang ada di kakiku membuat ku sepontan kaget.

"Rara!" suara kerasku.

"Mas tuh, kalau habis makan jangan tidur" nasehat bijaknya keluar.

"Iya iya..." ku betulkan posisi duduku.

"Mas ingat sama ayah sama ibu ngga?" Rara melihat kearahku.

Suaranya seperti sambaran petir ingin aku pergi tapi suaranya masih terdengar, ingin aku bertahan tapi aku ngga bisa, sampai akhirnya waktulah yang menyelesaikann semua itu.

"Mas, kenapa diam?" ku trus diam melihat kearah Rara.

"Rara jawab judu pertanyaan Mas!"   ku tetap mata Rara.

"Apa Rara maka mi ayam setiap Mas telat pulang kerumah?" Rara hanya mengangguk.

"Ra, Mas kan udah bilang kamu boleh makan apa aja termasuk mi ayam tapi ngga tiap hari juga Ra!" mata ku masih menatap Rara tapi Rara memalingkan wajahnya.

"Mas juga ngga pernah jujur sama Rara bahkan Mas menginkari janji yang Mas buat sendiri?" Rara menatapku tidak terima dan Rara seperti menyalakan aku juga. Setelah kepergian ibu kami aku perjanji pada Rara akan menjaganya tapi semua karena pekerjaan yang menuntut membuat ku tak bisa maksimal menjaga Rara.

"Bukan nya Mas udah janji sama ibu untuk menjaga Rara, tapi apa..." lanjutnya dan terhenti karena matanya yang tak kuat membendung air mata. Melihat menangis seperti tersayat-sayat ku peluk adikku.

"Apa Rara benci sama mas?" tanyaku masih memeluknya. Rara tak membalas hanya suara tangisan Rara yang kudengar. Kulepas pelukanku, ku tatap Rara blm sempat aku berbicara Rara mengajukan pertanyaan lagi.

"Siapa yg mengajari Rara untuk tidak bebohong setelah kepergian ibu!" Rara menatapku dgn tajam.

"Iya, Mas yang mengerjakan." jawabku penuh rasa bersalah.

"Sekarang mas juga yang mengerjakan kebohongan ke Rara!" ku lemparkan pandangan ke luar jendela.

"Mas, janji ya sama Rara ngga ada lagi yang ditutupi?" Rara masih melihat kearahku.

"Iya ra." jawabku habar dan menatap Rara. "Soal mi ayam biarlah menjadi kebohongan yang takan terbongkar toh itu hal sepele yang ngga penting untuk diketahui." batinku sebelum aku pergi untuk tidur.

Ku liat jam dingding menujukan 06:30 ku bangkit dari tidur langsung kekamar mandi. Hari ini aku bangun kesiangan, aku langsung melejit kekantor tapi tertahan karena melihat Rara masih tidur disofa.

"Ra, bangun udah siang, Mas mau berangkat dulu." tidak ada respon dari Rara. "Ngga biasanya Rara seperti ini" batinku. Ku mendekat, ku gerakan tanganya tetap ngga ada respon.

"Ra bangun ra!" ku kencangkan suaraku tetap ngga ada respon.

Ku pegang tangan, kakinya semua mendingin, langsung ku pegang nadinya dan tidak ada aliran darah yang mengalir, belum percaya dengan semua itu ku tempelkan jari telunjuk didepan hidungnya dan asilnya sama. Aku merasa ini semua mimpi belaka ku cubit tanganku sendiri dan itu sakit! Batinku langsung menolak semuanya.Kuliat Rara sangat lama hingga akhirnya aku sadar kalau Rara sudah ngga ada dan itu memang nyata.

Tangisku pecah dalam keheningan, tameng keberanian dalam menjalankan hidupku telah hancut dengan kepergian Rara, setelah ibu dan ayah juga pergi yang aku sendiri belum bisa ikhlas. Dan sebelum mereka pergi aku tidak takut dengan apa pun didunia ini kecuali Allah dan ke hilang mereka dan pada akhirnya aku memang harus berpisah dengan mereka.



Ku peluk tubuh adikku sangat erat berharap disadar kembali walaupun kenyataanya itu semua percuma. Dunia terasa runtuh dan kepercumaan menjalankan hidup ini, itu yang aku rasa kan saat ini.

والله اعلم بالصواب

Komentar

Info

Harta dibalik tembok besar

Hikma yang berharga Sudah mashur kisah antara Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir yang mana mereka sama-sama memiliki keilmuan yang tinggi walaupun beda bidang keilmuanya. Nabi Musa yang memiliki keilmuan dibidang Syareat selalu memandang salah apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir yang mempunyai ilmu Hakikat. Mulai dari Perusakan Kapal, Pembunuhan Dan Perbaikan tembok yang akan Roboh. Padahal apa yang dilakukan Nabi Khidir adalah yang terbaik untuk kedepanya. Karena Beliau berdua lah kita jadi tau bahwa tidak cukup kita belajar hanya ilmu fiqih saja atau ilmu tasawuf saja karena kedua ilmu ini sama-sama penting untuk dipelajari dan sama-sama penting untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Disini saya tidak ingin membahas keilmuan Nabi Khidir ataupun Nabi Musa, atau menceritakan kisah keduanya dalam perjalanannya atau dibalik kejadian-kejadian setiap peristiwa yang terjadi diantara beliau berdua. Tapi, disini saya akan membahas apa yang ada dibalik tembok besar dalam k

Bab I'rob

 BAB I'ROB الاعراب هوتغييراواخرالكلم لاختلاف العوامل الدخلةعليهالفظااوتقديرا Yang dimaksud kalam ialah berubahnya akhir dari sebuah kalimat karena beda-bedanya amil yang memasukinya, baik perubahan sejara jelas pada lafadnya maupun dengan perkira-kiraan. Perubahan pada lafad: جاءزيدٌ, رايت زيدًا، مررت بزيدٍ Perubahan dengan perkiraan:جاءالفتٰى، رايت الفتٰى، مررت بالفتٰى واقسمه اربعة رفع ونصب وجزم I'rob terbagi menjdi 4: Rofa, Nasob, Jar dan Jazem. فللاءسماءمنذلك الرفع ونصب والخفض ولاجزم فيها I'rob yang 4 tadi semua bisa mengi'robi kalimat isim kecuali i'rob jazem. فللاءفعلل من ذلك الرفع ونصب والجزم ولاخفض فيها I'rob yang 4 tadi semua bisa mengi'robi kalimat fi'il kecuali i'rob jar. والله اعلم بالصواب

Arti Sebuah Pernikahan

Arti Sebuah Pernikahan Ketahuilah, nikah itu suatu kesunnahan (perbuatan) yang disukai dan pola hidup yang dianjurkan. Karena dengan nikah terjagalah populasi keturunan dan lestarilah hubungan antar manusia. Dalam kitab Qurrotul Uyun ada 5 hukum menikah itu : 1. wajib, apabila takut akan berbuat zinah. 2. sunah, bagi orang yang menginginkan punya keturunan, dan tidak takut akan perbuat zinah. 3. makruh, bagi orang yang tidak mau menikah dan tidak mengharapkan keturunan. 4. mubah, bagi orang yang tidak takut akan berbuat zinah dan tidak mengharapkan keturunan. 5. haram, bagi orang yang membahayakan pasanganya. Dan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda tentang keutamaan orang yang berkeluarga dengan yang membujang. yang artinya: "keutamaan orang yang berkeluarga dengan orang yang membujang seperti keutamaan orang yang berjuang dijalan Allah SWT dan orang yang berdiam diri, dan dua rakaat orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari pada orang yang masih bujangan." Dengan hadis ters