Langsung ke konten utama

Imam Sepertiga Malam Part 3 Sebuah Akhir Pertemuan



 IMAM DISEPERTIGA MALAM

lll

Sebuah Akhir petemuan

"Aku antar sampai depan rumah ya..." Hasbi membuka percakapan.

"Biasanya juga gitu." Jawabku kesal, walaupun dilarang Hasbi tetap memaksa mengantarkan sampai rumah, kalau aku menolak bahkan memberontak, Hasbi akan mempercepat laju motornya.

"Iya, maaf deh..." Sambung nya dan Hasbi tertawa pelan yang masih bisa aku dengar.

Tak berapa lama kemudian, kami sampai didepan rumah, Hasbi mengehentikan motornya dan mematikan mesinnya seperti biasa, tapi kali ini dia agak beda kenapa dia tidak pergi setelah aku mengucapkan terimakasih. "Ada apa dengan Hasbi?" Tanya batinku.

"Boleh main nggak?" Tanyanya dengan menaikan alisnya sebelah.

"Nanti aja ya, nggak ada ibu di rumah soalnya." Aku mencoba cari alasan yang dapat membantu Hasbi membatalkan niatnya.

"Kaya mau apa jah, mampir bentar?" Paksannya.

"Nggak bisa, habis ini aku juga mau pergi." Jawabku ngasal.

"Aduh, ikut koilet bentar ya... Kebelet nih..." Hasbi langsung turun dari motornya dan menuju pintu depan rumah.

"Bukain ih, ikut bentar!" Seruyan nya dari depan rumah. Dan terpaksa aku membukakan pintu untuk Hasbi, terpaksa! Oke terpaksa.

"Masuk cepet!" Perintah ku setelah pintu terbuka. Hasbi langsung masuk dan lari kedalam.

"Lia! Dimana kamar mandinya!" Teriak nya dari dalam rumah dan aku langsung menghampiri nya.

"Makanya jangan main nyelonong." Sembari menuju pintu yang berada disamping dapur.

"Iya, maaf." Hasbi sedikit berlari menuju kamar mandi.

Dan aku menunggu nya didepan ruang tamu, tak berapa lama Hasbi keluar. Dan Hasbi langsung duduk setelah sampai diruang tamu.

"Ngapain duduk!" Protes ku.

"Istirahat bentar ngapa." Elaknya.

"Nggak, cepat pulang, has." Dengan menarik tangan nya menuju rumah.

"Sama tamu gitu amat sih!" Elaknya. Dan tetap duduk.

"Hasbi. Tolong, pulang sekarang ya. Aku mau pergi?" Mohon sembari memegang tangannya.

"Kenapa? Takut amat sih." Tanyanya. "Satria,Bima dan lainya boleh. Kenapa aku nggak?" Lanjutnya.

"Nggak tepat." Jawabku nyerah, "kenapa keras kepala amat nih bocah." Batinku

"Yang tepat kapan?" Tanyanya kembali.

"Nanti aku kabarin. Sekarang cepat pulang?" Jawabku dan menarik Hasbi keluar.

"Benar ya." Jawabnya memastikan.

"Iya." Jawabku.

Belum sempat pergi mobil ibu Sudah kembali. Aku langsung panas dingin. "Tuh kan, datang!" Suara ku agak lirih hanya didengar oleh Hasbi, sembari menubit bahu lengannya. Hasbi hanya sedikit melepaskan.

Ayah dan ibu keluar dari mobil, ibu baru saja menjemput ayah yang baru kembali ke Indonesia, dan ayah menatapku senang bagaimana tidak kami tak berjualan hampir satu bulan.

"Zivilia!" Serunya sembari berjalan menuju ku dan memelukku aku hanya membalas pelukan ayah. Ibu hanya tersenyum melihat tingkah kami. Kebahagiaan, kebersamaan yang selama ini aku rindukan.

"Ini siapa Vi." Tanya ayah setelah melepaskan pelukannya.

"Teman yah." Jawabku singkat dan di angguki Hasbi. Hasbi pun bersalaman dengan ayah.

"Suruh masuk tamunya? Kenapa diluar." Sembari mempersilahkan Hasbi masuk.

"Hasbi, Udah lama. Yah, mau pulang juga iya kan." Cegahnya sembari memberi isyarat kepada Hasbi.

"Nggak, om. Baru nyampe. Tadinya mau main tapi nggak ada orang makanya mau balik." Jawab Hasbi sembari senyum-senyum dan aku jengkel melihat nya.

"Ya udah, masuk ayo!" Ayah mempersilahkan Hasbi masuk. Dan aku yang sangat kecewa.

Setelah berada didalam rumah aku menyiapkan minuman untuk ayah dan Hasbi sedang kan ibu menyampaikan makanan karena sepanjang perjalanan pulang ayah mau makan dirumah bersama kami.

Setelah selesai aku buatkan minuman, aku langsung mengantarkan kemeja depan dan mempersilahkan Hasbi untuk menikmati minuman dan makanan ringan yang ayah bawah.

"Mau kemana?" Tanya ayah.

"Kedapur yah." Jawabku.

"Ayah, mau ke kamar, ini ada tamu masa di tinggal sendiri!" Jelas ayah, dan ayah pun Masu kekamar. Aku hanya mengangguk lalu aku Duduk disofa.

"Ayah kamu aja baik. Masa kamu nggak!" Ledeknya.

"Oh, mau sama ayah. Oke aku panggilkan?" Jawabku.

"Nggak-nggak." Cegahnya sembari memegang tanganku.

"Has, udah pulang ya..." Pintaku memelas.

"Kenapa sih, nggak suka amat aku ada disini?" Tanyanya dengan mimik wajah kecewa.

"Nggak gitu, inikan...." 

"Zivilia, temennya udah pulang? Suruh makan Vi." Potong ibu, dari dapur.

Aku hanya menutup wajahku dengan kedua telapak tangan ku, Hasbi hanya senyum senang. Dan pada akhirnya kami makan bersama dalam satu meja, aku nggak nafsu makan aku hanya melihat ayah dan ibu yang begitu lahap memakannya.

"Zivilia. Ayah sama ibu mau ke kamar. Kalian lanjut kan makanya." Ayah dan ibu masuk kekamar.

"Has, sekarang pulang ya." Perintahku pada Hasbi setelah ayah dan ibu pergi.

"Tadi, ayah Lia bilang apa!" Sembari menunjuk kekamar ayah dan ibu dengan matanya.

"Hasbi, dengan sedikit memukul meja, dan dipastikan tidak akan terdengar samapi kekamar ayah dan ibu. Hasbi hanya senyum-senyum melihat ku. Dan Hasbi perpindahan posisi duduknya dikursi yang ada di sampingku.

"Mau, ngapain!" Tanyaku dengan suara agak keras.

"Cuma mau bilang, kaya gini kamu itu cantik." Bisikan nya didekat telinga ku, aku Hanya membalasnya dengan menginjak salah satu kakinya dan Hasbi menahan rasa sakitnya.

"Dipuji, malah nyakitin." Elaknya.

"Nggak butuh pujian mu!" Jawabku. Dan tanpa diduga Hasbi memegang ujung bibirku dengan tangannya. Aku langsung meneplak tangannya dengan keras.

"Ih, galak amat jadi cewek." Sembari menahan mengelus-elus bekas tepakanku.

"Modus amat sih." Jawabku jengkel.

"Siapa yang modus, nih liat, masa cewek secantik kamu ada ginian." Sembari menunjukkan nasi.

"Mbak." Hasbi dan aku menengok kebelakang sumber suara itu berasal, dan disana sudah ada Syam yang entah sejak kapan dia berdiri disana.

Syam pun pergi ke kamarnya, tanpa berkata dan senyum. Jika Syam seperti ini biasanya Syam sedang ada masalah, apa ini masalah keluarga nya lagi. Entah apa yang terjadi pada syam, aku nggak tau, yang jelas dia terlihat sedang marah.

"Itu adikku." Tanya Hasbi yang masih melihat ke arah kamar Syam

"Bukan." Aku hanya menatap nasi, benar-benar hambar hari ini, hari yang seharusnya bahagia tapi malah kaya berasa punya masalah besar.

Setelah selesai Hasbi makan akhirnya Hasbi pun pulang, dan aku langsung membereskan meja makan, dan mencuci piring bekas makan barusan. Setelah selesai aku langsung menuju ke kamar Syam yang kebetulan tidak dikunci jadi aku bisa langsung masuk. Dan aku langsung duduk disamping Syam yang sedang duduk diatas kasur dengan menatap jendela.

"Kalau nggak mau dilihat nggak usah melihat." Kata-kata yang membuat kaget Syam, dan sepontan Syam menjauh dariku. Dan mengesankan tempat duduk agak menjauh dari ku.

"Kenapa sih, kamu menghindari." Jawabku.

"Aku akan pulang." Jawabnya yang tidak aku pertanyaan kan.

"Pulang! Kemana?" Tanyaku bingung.

"Palestina." Jawabnya singkat.

Entah kenapa berita itu terdengar sangat menyedihkan, apa karena akan berpisah dengan Syam. Tapi aku sama Syam memang sekarang dekat seperti Kakak dan adik.

"Kenapa? Bukanya kamu ingin mengajarkan tentang agama?" Tagihan ku tentang janji yang pernah dia buat sebelumnya.

"Maaf, Syam belum bisa melaksanakan nya." Jawabnya sembari menunduk kepala.

Aku sedikit kecewa dengan Syam karena dengan adanya kepergian Syam artinya aku gagal belajar agama pada Syam.

"Kamu kan disini, baru satu Minggu, apa nggak bisa lebih lama." Tanyaku lagi.

"Ini keputusan Syam." Dia hanya menatap ku sebentar. "Kedua orang tua syam, sudah lebih dulu meninggalkan Syam. Sekarang barusan. Syam dapat kabar dari dr. Syahda kalau kakak Syam, Ahmad. Sudah ditemukan." Lanjutnya dengan mentatap ke jendela.

"Aku tidak mau, menyia-nyiakan kesempatan untuk menjaga orang yang sekarang aku miliki." Lanjutnya.

Aku hanya mengangguk paham dan aku membiarkan Syam berjelajah dengan alam pikiran nya dan aku memilih ke luar dari kamar.

"Jangan lupa wudhu. Lalu ke tempat shalat." Kata Syam sebelum aku menutup pintu kamarnya.

Aku pun berwudhu dan memakai mukenah, aku menunggu Syam yang sekarang ada dikamar mandi.

"Mbak. Ambil jilbab sama Al Qur'an ya." Setelah Syam keluar dari kamar mandi.

Dan aku Hanya meangguk kan permintaan nya dan menuju ke kamarku untuk mengambil jilbab.

Setelah sampai disana Syam sudah nggak ada. Entah Syam kemana, yang jelas aku kecewa padanya dua kali.

Aku hanya duduk menunggu Syam kembali tak beberapa lama, diluar rumah ada yang mengucapkan salam, dan suara itu tak asing bagiku. Secepat kilat aku langsung menuju ke sumber suara.

"Kemana saja kau?" Tanyaku

"Assalamualaikum." Jawab Syam.

"Walaikumsamsalam." Jawabku malu. Syam hanya tersenyum melihat ku.

Kami pun, menuju tempat yang digunakan aku menunggu Syam. Sekarang kami duduk berhadapan.

"Lepaskan mukenanya. Dan pakilah jilbab yang mbak bawah." Pintanya.

Dan aku langsung melepaskan mukenah yang aku pake, tapi Syam mencegah ku dan menyuruh ku untuk melepaskan dan memakai jilbab dikamar.

Aku ingin protes. Tapi ya sudahlah aku nurut saja dengan Syam. Aku pergi menuju kamar sembari membawa jilbab tak beberapa lama aku kembali ke ruang mushola itu dan Syam masih disana.

"Gimana?" Tanyaku, Syam hanya diam melihat ku.

"Kita mulai belajar membaca Al Qur'an yang mbak?" Yang langsung memalingkan wajahnya dan mengambil Al Qur'an diatas meja.

Akupun membaca Al Qur'an dengan perlahan dan Syam beberapa kali membenarkan bacaan ku yang salah, tak terasa suara adzan magrib berkumandang dari masjid yang tak jauh dari sini, sama menyuruh berhenti dan mendengarkan adzan lalu menjawabnya, hal ini yang sekarang aku jarang lakukan entah karena aku yang sudah jauh atau karena kesibukan ku saat ini. Setelah selesai adzan aku ingin melanjutkan bacaan Al Qur'an tapi Syam menyuruh untuk berhenti karena sudah waktunya sholat.

"Mbak, sebaiknya kita siap-siap untuk shalat?" Setelah syam menyuruh berhenti membaca Al Qur'an. Yang langsung aku angguki dan mengakhirinya.

"Kamu shalat disini kan?" Tanyaku kemudian.

"Syam, dan ayah akan shalat di masjid." Jawab ayah yang tiba-tiba datang membuat kami tersentak kaget.

"Yah, plis shalat disini aja ya ... Aku kangen di imami ayah." Rayuku kepada ayah.

"Ya, sudah. Tapi tunggu ibu dulu ya..." Lanjut ayah, dan aku tersenyum mendengar Jawaban itu.

Tak lama kemudian kami shalat berjamaah dengan ayah yang menjadi imamnya, sedang aku, ibu dan Syam berada dibelakangnya. Setelah selesai kami lanjut dengan bacaan setelah shalat dan berdoa.

"Syam sudah makan?" Tanya ayah setelah berdoa. Dan syam hanya senyum saja.

"Belum, yah. Dari tadi ngajari aku ngaji." Sambungku. Karena Syam tidak menjawab pertanyaan Ayah.

"Ya udah, Vi bantu ibu menyimpan makanannya ya." Kata ibu yang sudah melepas mukenah nya.

Sebelum aku kedapur, aku ke kamar terlebih dahulu untuk memakai jilbab, aku belum bisa menetap untuk selalu memakai jilbab, jilbab ini aku gunakan bila ada acara tertentu dan setelah selesai aku memakai jilbab aku langsung menuju dapur yang tak ku sengaja melihat ayah yang sedang mengobrol dengan Syam. Entah apa yang sedang diobrolkan aku tidak begitu tertarik untuk mendengarkan ataupun ikut mengobrol.

Setelah sampai di dapur, ibu hanya diam melihatku, sama seperti Syam untuk pertama kalinya melihatnya memakai jilbab dengan ekspresi seperti itu sama seperti ibu yang sekarang dihadapan ku.

"Bu, kenapa. Ada yang salah ya?" Tanyaku yang membuat ibu sedikit kaget.

"Nggak sayang, kamu cantik." Jawaban ibu membuatku melayang plus malu.

"Udah lah Bu, sini aku yang memotong." Pintaku dan ibu memberikan pisau yang dari tadi dipegangnya.

Setelah selesai memasak dan aku bawah masakan itu keruang makan, aku tata piring dan merapikan meja agar terlihat rapi.

"Subhanallah, cantik sekali." Ayah membuatku kaget dan aku melihat ayah sedang senyum bahagia.

"Ini yang ayah tunggu sejak dulu, mirip dengan ibu." Lanjutnya ayah dengan menyentuh hidung ku dengan jari telunjuk tangan nya yang mulai mengeriput.

Aku hanya tertunduk malu, dengan sikap ayah dengan kebiasaan itu. Ayah memelukku dan mengkecup kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku hanya terdiam sedih, ayah yang selalu menasehati ku untuk menutup aurat tapi tidak pernah aku dengar, ibu juga sering mengajarkan aku cara memakai jilbab.

Tak beberapa kemudian aku merasakan ayah sedang manangis, aku melepaskan pelukan ayah.

"Ayah!" Kataku sembari melepaskan pelukan ayah.

Ayah langsung mengusap air mata yang tersisa, dan kembali menatap ku.

"Udah selesai." Tanya ayah sembari melihat kearah meja makan.

"Udah yah." Jawabku yang masih merasa bersalah karena belum bisa mewujudkan apa yang menjadi keinginan ayah.

Tak lama kemudian ibu datang dan menyuruh ku untuk memanggil Syam yang sedang di kamar, aku langsung memanggil Syam dan Syam hanya mengangguk Daan tersenyum melihat ku, memakai jilbab.

Setelah aku dan Syam sampai dimeja makan kami langsung memakan makanan yang sudah ibu dan aku siapkan.

Tapi, wajah syam agak sedikit berbeda tidak seperti biasanya, wajahnya murung entah apa yang sedang dia pikirkan. Setelah selesai ayah keruang tengah bersama ibu, sedangkan aku membersihkan meja makan setelah selesai tak sengaja aku melihat Syam sedang duduk di kursi yang ada di samping rumah.

Aku melangkah keluar dan Duduk di kursi yang lain saya hanya tersenyum tapi senyum yang aku lihat beda dengan senyum yang biasanya aku lihat setiap hari. "Apa ada masalah?" Tanya batinku.

"Syam." Panggilku untuk pertama kalinya memanggil namanya. Syam hanya senyum kearah ku

"Mbak." Syam memanggil ku setelah lama aku belum dapat ide untuk membuka obrolan.

"Iya." Jawabku singkat.

"Jujur, Mbak lebih cantik kalau pakai hijab." Lanjutnya dan aku Hanya tertawa lepas.

"Jadi menurut kamu, aku ngga cantik kalau nggak pakai jilbab." Tanyaku. Syam hanya tersenyum.

"Nggak gitu mbak, Syam bilang kan lebih cantik." Elaknya.

"Iya, deh. Murid selalu kalah sama gurunya." Balasku. Yang hanya dibalas ketawa kecil dari Syam.

"Aku, boleh tanya?" Lanjut ku agak serius.

"Ya, silakan." Jawabnya.

"Boleh aku dengar kamu membaca Al Qur'an?" Tanyaku Syam hanya diam.

"Ya tentu." Jawab Syam.

"Kamu. Emmm...kamu.." aku bingung dengan apa yang ingin aku ucapkan. Aku ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak entah kenapa aku nggak bisa berbicara.

"Kenapa mbak." Timbang nya. Yang membuat aku langsung menggeleng.

"Ya sudah Syam ke masjid dulu ya..." Lanjutnya, dan aku hanya mengangguk.

Syam berjalan pelan menuju ke masjid dengan berjalan kaki, secara perlahan Syam menghilang dari pandangan setelah Syam berbelok di jalan itu yang tak begitu jauh disana berdiri sebuah bangunan yang kokoh yang sering dikunjungi oleh umat Islam setiap waktu shalat.

Komentar

Info

Harta dibalik tembok besar

Hikma yang berharga Sudah mashur kisah antara Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir yang mana mereka sama-sama memiliki keilmuan yang tinggi walaupun beda bidang keilmuanya. Nabi Musa yang memiliki keilmuan dibidang Syareat selalu memandang salah apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir yang mempunyai ilmu Hakikat. Mulai dari Perusakan Kapal, Pembunuhan Dan Perbaikan tembok yang akan Roboh. Padahal apa yang dilakukan Nabi Khidir adalah yang terbaik untuk kedepanya. Karena Beliau berdua lah kita jadi tau bahwa tidak cukup kita belajar hanya ilmu fiqih saja atau ilmu tasawuf saja karena kedua ilmu ini sama-sama penting untuk dipelajari dan sama-sama penting untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Disini saya tidak ingin membahas keilmuan Nabi Khidir ataupun Nabi Musa, atau menceritakan kisah keduanya dalam perjalanannya atau dibalik kejadian-kejadian setiap peristiwa yang terjadi diantara beliau berdua. Tapi, disini saya akan membahas apa yang ada dibalik tembok besar dalam k

Bab I'rob

 BAB I'ROB الاعراب هوتغييراواخرالكلم لاختلاف العوامل الدخلةعليهالفظااوتقديرا Yang dimaksud kalam ialah berubahnya akhir dari sebuah kalimat karena beda-bedanya amil yang memasukinya, baik perubahan sejara jelas pada lafadnya maupun dengan perkira-kiraan. Perubahan pada lafad: جاءزيدٌ, رايت زيدًا، مررت بزيدٍ Perubahan dengan perkiraan:جاءالفتٰى، رايت الفتٰى، مررت بالفتٰى واقسمه اربعة رفع ونصب وجزم I'rob terbagi menjdi 4: Rofa, Nasob, Jar dan Jazem. فللاءسماءمنذلك الرفع ونصب والخفض ولاجزم فيها I'rob yang 4 tadi semua bisa mengi'robi kalimat isim kecuali i'rob jazem. فللاءفعلل من ذلك الرفع ونصب والجزم ولاخفض فيها I'rob yang 4 tadi semua bisa mengi'robi kalimat fi'il kecuali i'rob jar. والله اعلم بالصواب

Arti Sebuah Pernikahan

Arti Sebuah Pernikahan Ketahuilah, nikah itu suatu kesunnahan (perbuatan) yang disukai dan pola hidup yang dianjurkan. Karena dengan nikah terjagalah populasi keturunan dan lestarilah hubungan antar manusia. Dalam kitab Qurrotul Uyun ada 5 hukum menikah itu : 1. wajib, apabila takut akan berbuat zinah. 2. sunah, bagi orang yang menginginkan punya keturunan, dan tidak takut akan perbuat zinah. 3. makruh, bagi orang yang tidak mau menikah dan tidak mengharapkan keturunan. 4. mubah, bagi orang yang tidak takut akan berbuat zinah dan tidak mengharapkan keturunan. 5. haram, bagi orang yang membahayakan pasanganya. Dan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda tentang keutamaan orang yang berkeluarga dengan yang membujang. yang artinya: "keutamaan orang yang berkeluarga dengan orang yang membujang seperti keutamaan orang yang berjuang dijalan Allah SWT dan orang yang berdiam diri, dan dua rakaat orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari pada orang yang masih bujangan." Dengan hadis ters